TUGAS INDIVIDU
ASUHAN
KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL
Dibimbing
Oleh
ARSULFA,
S.Si.T,M.Keb
OLEH
SRI
RAHAYU NINGSIH
P00324011096
KEMENETERIAN
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK
KESEHATAN KEDARI
JURUSAN
KEBIDANAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur hanya kepada Allah Azzawa jala, terucap dari lubuk hati penulis yang menghamba.
Sungguh, karena Dia-lah karya kecil ini selesai, tumbuh dalam kesempurnaannya
yang tidak sempurna.
Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad, SAW. cintanya yang agung kepada
Sang Pencipta dan kepada sesama makhluk adalah inspirasi cinta sejati yang tak
ada bandingnya dalam sejarah umat manusia.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu
Arsulfa, S.Si.T,M.Keb. selaku penasihat yang
telah meluangkan waktu, memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga
dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal
dan Neonatal ”
Makalah ini dikemas secara ringkas tetapi tidak
mengurangi nilai-nilai pengetahuan yang harus diketahui bersama.
Selanjutnya kami
penulis berharap semoga makalah ini dapat memberi motivasi bagi pembaca
untuk selalu menjaga kesehatan pribadinya dan lingkungannya bagi kehidupan saat
ini dan kehidupan yang akan datang, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
lebih bagi pembaca.
Kendari, Maret 2013
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang 2
B.
Masalah 2
C.
Tujuan 2
D.
Manfaat 2
BAB II PEMBAHASAN 3
A.
Defenisi Kegawatdaruratan 3
B.
Kegawatdaruratan Maternal 3
C. Kegawatdaruratan
Neonatal 24
D. Peran
Bidan dalam Kegawwatdaruratan Maternal dan Neonatal 34
BAB
III PENUTUP 37
A. Simpulan 37
B. Saran 37
DAFTAR
PUSATAKA 38
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Semua
wanita hamil beresiko komplikasi obstetri. Komplikasi yang mengancam jiwa
kebanyakan terjadi selama persalinan, dan ini semua tidak dapat diprediksi.
Prenatal screening tidak mengidentifikasi semua wanita yang akan mengembangkan
komplikasi (Rooks, Winikoff, dan Bruce 1990).
Perempuan
tidak diidentifikasi sebagai "berisiko tinggi" dapat dan melakukan
mengembangkan komplikasi obstetrik. Kebanyakan komplikasi obstetrik terjadi
pada wanita tanpa faktor risiko.
Penyebab
kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan.
Asfiksia perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting.
Akibat jangka panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika
gangguan ini diketahui sebelum kelahiran (mis; pada keadaan gawat janin)
sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/ oksigenasi janin intrauterine
atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa hipoksemia janin yang
terjadi
Pada
saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesia masih
sangat tinggi. Menusut survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun
2011 Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000
kelahiran hidup, dan Angka Kematian Balita di Indonesia tahun 2007 sebesar
44/10.000 Kelahiran Hidup. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka
angka kematian ibu di Indonesia adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia,
10 kali lebih tinggi dari pada thailan
atau 5 kali lebih tinggi dari pada Filipina.
Dari
berbagai faktor yang berperan pada kematian ibu dan bayi, kemampuan kinerja
petugas kesehatan berdampak langsung pada peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan dalam mengatasi masalah yang
bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan atau komplikasi yang
terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan direncanakan, diasuh
dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan kehamilan dan
persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang terampil
dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan
B.
Masalah
Masalah yang dibahas dalam penulisan makalah ini
adalah bagaimana tentang
konsep dasar
Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal?
C.
Tujuan
Tujuan
yang ingin dicapai dlam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan tentang konsep dasar Asuhan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
D.
Manfaat
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah
ini adalah :
a.
Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang Asuhan
Kebidanan dalam Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
b.
Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan
pemahaman tenttang Asuhan Kebidanan dalan Kegawatdaruratab Maternal dan
Neonatal
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Defenisi
Kegawatdaruratan
Kegawatdaruratan adalah mencakup
diagnosis dan tindakan terhadap semua pasien yang memerlukan perawatan yang
tidak direncnakan dan mendadak atau terhadap pasien dengan penyakit atau cidera
akut untuk menekan angka kesakitan dan kematian pasien.
Obstetri adalah cabang
ilmu kedokteran yang berhubungan dengan persalinan, hal-hal yang mendahuluinya
dan gejala-gejala sisanya . membahas tentang fenomena dan penatalaksanaan
kehamilian, persalinan, peurperium baik dalam keadaan normal maupun abnormal.
Neonatus adalah organisme yang
berada pada periode adaptasi kehidupan intrauterin ke ekstrauterin. Masa
neonatus adalah periode selama satu bulan (lebih tepat 4 minggu atau 28 hari
setelah lahir)
B. Kegawatdaruratan Obstetric
Macam-macam
kegawatdaruratan obstetric :
1.
Abortus
a. Definisi
abortus
Abortus
adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau
sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu
untuk hidup diluar kandungan (Prawiroharjo, 2006).
Abortus
adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia kehamilannya kurang dari 20 minggu.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda kehamilan,
perdarahan hebat per vagina, pengeluaran jaringan plasenta dan kemungkinan
kematian janin.Pada abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau
sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi peritoneum, dan
kemungkinan syok.
b. Etiologi
Abortus pada
wanita hamil bisa terjadi karena beberapa sebab diantaranya :
1)
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi. Kelainan inilah
yang paling umum menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum umur kehamilan 8
minggu. Beberapa faktor yang menyebabkan kelainan ini antara lain : kelainan
kromoson/genetik, lingkungan tempat menempelnya hasil pembuahan yang tidak
bagus atau kurang sempurna dan pengaruh zat zat yang berbahaya bagi janin seperti
radiasi, obat obatan, tembakau, alkohol dan infeksi virus.
2)
Kelainan pada plasenta. Kelainan ini bisa berupa
gangguan pembentukan pembuluh darah pada plasenta yang disebabkan oleh karena
penyakit darah tinggi yang menahun.
3)
Faktor ibu
seperti penyakit penyakit khronis yang diderita oleh sang ibu seperti radang
paru paru, tifus, anemia berat, keracunan dan infeksi virus toxoplasma.
4)
Kelainan yang terjadi pada organ kelamin ibu seperti
gangguan pada mulut rahim, kelainan bentuk rahim terutama rahim yang lengkungannya
ke belakang (secara umum rahim melengkung ke depan), mioma uteri, dan kelainan
bawaan pada rahim.
c. Klasifikasi
Abortus pun
dibagi bagi lagi menjadi beberapa bagian, antara lain :
1)
Abortus Komplet
Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rahim pada kehamilan kurang dari
20 minggu.
2)
Abortus Inkomplet
Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari rahim dan masih ada yang
tertinggal.
3)
Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks yang telah
mendatar, sedangkan hasil konsepsi masih berada lengkap di dalam rahim.
4)
Abortus Iminens
Abortus tingkat permulaan, terjadi perdarahan per vaginam, sedangkan jalan
lahir masih tertutup dan hasil konsepsi masih baik di dalam rahim.
5)
Missed Abortion
Abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus terlah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih dalam
kandungan.
6)
Abortus Habitualis
Abortus yang terjadi sebanyak tiga kali berturut turut atau lebih.
7)
Abortus Infeksius
Abortus yang disertai infeksi organ genitalia.
8)
Abortus Septik
Abortus yang terinfeksi dengan penyebaran mikroorganisme dan produknya
kedalam sirkulasi sistemik ibu
d.
Penanganan Abortus
1) Abortus Komplet
Tidak
memerlukan penanganan penanganan khusus, hanya apabila menderita anemia ringan
perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang mengandung
banyak protein, vitamin dan mineral.
2) Abortus
Inkomplet
Bila
disertai dengan syok akibat perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan
transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan kuretase, bila perlu pasien
dianjurkan untuk rawat inap.
3) Abortus
Insipiens
Biasanya
dilakukan tindakan kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12 minggu yang
disertai dengan perdarahan.
4) Abortus
Iminens
Istirahat
baring, tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan karena cara
ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan menambah aliran darah ke rahim.
Ditambahkan obat penenang bila pasien gelisah.
5) Missed
Abortion
Dilakukan
kuretase. harus hati hati karena terkadang plasenta melekat erat pada rahim
6) Abortus
Habitualis
Transfusi leukosit / Heparin.
7) Abortus
Infeksius- Abortus Septik
Infus ; Kp Transfusi, Anti Biotika
Spektrum Luas, Kultur – Sensitivity Test, Bila keadaan sudah layak Kuret. Kalau
Tetanus :
a) Inj. ATS
b) Irigasi H2O2
c) Histerektomi
e.
Terapi
Terapi untuk
perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan Macrodex, Haemaccel,
Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti darah) dan
perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang mengancam nyawa (syok
hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat hati-hati
jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat, lebih dipilih kuretase tanpa
anestesi kemudian Methergin. Pada abortus pada demam menggigil, tindakan
utamanya dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan pemberian
infus.
2. Mola Hidatidosa (Kista Vesikular)
a. Definisi
Mola
Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam
rahim yang terjadi pada awal kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan
abnormal, dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan hidrofobik. Mola
hidatidosa juga dihubungkan dengan edema vesikular dari vili khorialis plasenta
dan biasanya tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist, ditemukan
proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan hiperplasia dan displasia.
Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh
darah.
b. Etiologi
Penyebab
pasti mola hidatidosa tidak diketahui, tetapi faktor-faktor yang mungkin dapat
menyebabkan dan mendukung terjadinya mola, antara lain:
- Faktor ovum, di mana ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapi terlambat dikeluarkan
- Imunoselektif dari trofoblast
- Keadaan sosioekonomi yang rendah
- Paritas tinggi
- Kekurangan protein
- Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
c. Klasifikasi
1.
Mola Hidatidosa Sempurna
Villi
korionik berubah menjadi suatu massa vesikel – vesikel jernih. Ukuran vesikel
bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai beberapa sentimeter dan
sering berkelompok-kelompok menggantung pada tangkai kecil. Temuan Histologik
ditandai oleh adanya, antara lain:
1) Degenerasi
hidrofobik dan pembengkakan stroma vilus
2) Tidak adanya
pembuluh darah di vilus yang membengkak
3) Proliferasi
epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
4) Tidak adanya
janin dan amnion
Mola sempurna
tidak memiliki jaringan fetus. 90% merupakan genotip 46XX dan sisanya 46XY.
Vili korionik berubah menjadi suatu massa vesikel-vesikel jernih. Mola sempurna
dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu :
1)
Mola
Sempurna Androgenetic
a.
Homozygous
Merupakan 80% dari kejadian
mola sempurna. Dua komplemen kromosom paternal identik, didapatkan dari
duplikasi kromosom haploid seluruhnya dari ayah. Selalu perempuan; 46,YY tidak
pernah ditemukan
b.
Heterozygous
Merupakan 20% dari kejadian
mola sempurna. Dapat laki-laki atau perempuan. Semua kromosom berasal dari
kedua orang tua, kemungkinan besar terjadi karena pembuahan dua sperma.
2)
Mola
Sempurna Biparental
Genotip ayah
dan ibu terlihat, tetapi gen maternal gagal mempengaruhi janin sehingga hanya
gen paternal yang terekspresi. Mola sempurna biparental jarang ditemukan.
Bentuk rekuren mola biparental (yang merupakan familial dan sepertinya
diturunkan sebagai autosomal resesif) pernah ditemukan. Telah ditemukan daerah
kromosom yang menjadi calon yaitu 19q13. Presentasi klinis yang tipikal pada
kehamilan mola sempurna dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum onset
gejala dan tanda muncul. Gejala yang paling sering terjadi pada mola sempurna
yaitu perdarahan vagina. Jaringan mola terpisah dari desidua dan menyebabkan
perdarahan. Uterus dapat menjadi membesar akibat darah yang jumlahnya besar dan
cairan merah gelap dapat keluar dari vagina. Gejala ini terjadi pada 97% kasus
mola hidatidosa. Pasien juga melaporkan mual dan muntah yang hebat. Ini
diakibatkan peningkatan kadar human chorionic gonadotropin (HCG). Sekitar 7%
pasien juga datang dengan takikardia, tremor, dan kulit hangat.
2.
Mola Hidatidosa Parisal
Apabila
perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang berkembang, dan mungkin tampak
sebagai jaringan janin. Terjadi perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat
pada sebagian villi yang biasanya avaskular, sementara villi-villi berpembuluh
lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak terkena.
Pasien dengan mola parsial tidak memiliki manifestasi klinis yang sama pada
mola sempurna. Pasien ini biasanya datang dengan tanda dan gejala yang mirip
dengan aborsi inkomplit atau missed abortion yakni Perdarahan vagina dan
hilangnya denyut jantung janin, Pada mola parsial, jaringan fetus biasanya
didapatkan, eritrosit dan pembuluh darah fetus pada villi merupakan penemuan
yang seringkali ada. Komplemen kromosomnya yaitu 69,XXX atau 69,XXY. Ini
diakibatkan dari fertilisasi ovum haploid dan duplikasi kromosom haploid
paternal atau akibat pembuahan dua sperma. Tetraploidi juga biasa didapatkan.
Seperti pada mola sempurna, ditemukan jaringan trofoblastik hyperplasia dan
pembengkakan villi chorionic.
c. Tanda dan Gejala
Tanda dan
gejala kehamilan dini didapatkan pada mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya
terjadi pada minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari kehamilan
biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti perdarahan, dan bercak berwarna
merah darah beserta keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam. Tanda
dan gejala
- Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10% pasien masuk RS
- Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia kehamilan (lebih besar):
a. Gejala –
gejala hipertitoidisme seperti intoleransi panas, gugup, penurunan BB yang
tidak dapat dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit lembab
b. Gejala –
gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan pada kaki dan tungkai, peningkatan
tekanan darah, proteinuria (terdapat protein pada air seni)
d. Manifestasi Klinis
- Amenorrhoe dan tanda-tanda kehamilan.
- Perdarahan pervaginam dari bercak sampai
perdarahan berat. merupakan
gejala utama dari mola hidatidosa, sifat perdarahan bisa intermiten selama
berapa minggu sampai beberapa bulan sehingga dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi. - Uterus sering membesar lebih cepat dari biasanya
tidak sesuai dengan usia
kehamilan. - Tidak dirasakan tanda-tanda adanya gerakan janin maupun ballottement.
- Hiperemesis, pasien dapat mengalami mual dan muntah cukup berat.
- Preklampsi dan eklampsi sebelum minggu ke-24
- Keluar jaringan mola seperti buah anggur, yang merupakan diagnosa pasti
- Gejala Tirotoksikosis
e. Diagnosa
Diagnosis
ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium, USG dan histologis. Pada mola hidatidosa yang komplet terdapat
tanda dan gejala klasik yakni:
1)
Perdarahan vaginal. Gejala klasik yang paling sering
pada mola komplet adalah perdarahan vaginal. Jaringan mola terpisah dari
desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus membesar (distensi) oleh karena jumlah
darah yang banyak, dan cairan gelap bisa mengalir melalui vagina. Gejala ini
terdapat dalam 97% kasus.
2)
Hiperemesis. Penderita juga mengeluhkan mual dan
muntah yang berat. Hal ini merupakan akibat dari peningkatan secara tajam
hormon β-HCG.
3)
Hipertiroid. Setidaknya 7% penderita memiliki
gejala seperti takikardi, tremor dan kulit yang hangat.
3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
a.
Definisi
Kehamilan
ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium
kavum uteri.
b.
Penyebab
Gangguan ini
adalah terlambatnya transport ovum karena obstruksi mekanis pada jalan yang
melewati tuba uteri. Kehamilan tuba terutama di ampula, jarang terjadi
kehamilan di ovarium.
c.
Tanda dan Gejala
Nyeri yang
terjadi serupa dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba), hebat
dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen yang jelas dan menyebar. Kavum
douglas menonjol dan sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan
intra-abdominal, gejalanya sebagai berikut:
1)
Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah, lebih
jarang pada abdomen bagian atas.
2)
Abdomen tegang.
3)
Mual.
4)
Nyeri bahu.
5)
Membran mukosa anemis.
Jika terjdi
syok, akan ditemukan nadi lemah dan cepat, tekanan darah di bawah 100 mmHg,
wajah tampak kurus dan bentuknya menonjol-terutama hidung, keringat dingin,
ekstremitas pucat, kuku kebiruan, dan mungkin terjadi gangguan kesadaran.
d.
Diagnosis
Ditegakkan
melalui adanya amenore 3-10 minggu, jarang lebih lama, perdarahan per vagina
tidak teratur (tidak selalu).
e.
Penanganan
Penanganan
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)
1)
Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah
laparotomi.
2)
Pada laparotomi perdarahan selekas mungkin dihentikan
dengan menjepit bagian dari adneksa yang menjadi sumber perdarahan.
3)
Keadaan umum penderita terus diperbaiki dan darah
dalam rongga perut sebanyak mungkin dikeluarkan.
Dalam
tindakan demikian, beberapa hal yang harus dipertimbangkan yaitu :
1)
Kondisi penderita pada saat itu,
2)
Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya,
3)
Lokasi kehamilan ektopik.
4)
Hasil ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi (pemotongan bagian tuba yang terganggu) pada kehamilan tuba.
Dilakukan pemantauan terhadap kadar HCG (kuantitatif). Peninggian kadar HCG
yang berlangsung terus menandakan masih adanya jaringan ektopik yang belum
terangkat.
f.
Terapi
Terapi untuk
gangguan ini adalah dengan infuse ekspander plasma (Haemaccel, Macrodex) 1000
ml atau merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4. Plasenta Previa
a. Definisi
Plasenta
Previa adalah Plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir
b. Etiologi
Mengapa
Plasenta tumbuh pada segmen bawah uterus tidak selalu dapat diterangkan,
bahwasanya vaskularisasi yang berkurang atau perubahan atrofi pada dosidua
akibat persalinan yang lampau dan dapat menyebabkan plasenta previa tidak
selalu benar, karena tidak nyata dengan jelas bahwa plasenta previa didapati
untuk sebagian besar pada penderita dengan paritas fungsi, memang dapat
dimengerti bahwa apabila aliran darah ke plasenta tidak cukup atau diperlukan
lebih banyak seperti pada kehamilan kembar. Plasenta yang letaknya normal
sekalipun akan meluaskan permukaannya, sehingga mendekati atau menutupi sama
sekali pembukaan jalan lahir.
Gambaran klinis plasenta previa
1) Perdarahan
tanpa nyeri
2) Perdarahan
berulang
3) Warna
perdarahan merah segar
4) Adanya
anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5) Timbulnya
perlahan-lahan
6) Waktu
terjadinya saat hamil
7) His biasanya
tidak ada
8) Rasa tidak
tegang (biasa) saat palpasi
9) Denyut
jantung janin ada
10) Teraba
jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11) Penurunan
kepala tidak masuk pintu atas panggul
12) Presentasi
mungkin abnormal.
c. Diagnosis
1)
Anamnesis. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan
setelah 22 minggu berlangsung tanpa nyeri terutama pada multigravida, banyaknya
perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pada pemeriksaan
hematokrit.
2)
Pemeriksaan Luar. Bagian bawah janin biasanya belum
masuk pintu atas panggul presentasi kepala, biasanya kepala masih terapung di
atas pintu atas panggul mengelak ke samping dan sukar didorong ke dalam pintu
atas panggul.
3)
Pemeriksaan In Spekulo. Pemeriksaan bertujuan untuk
mengetahui apakah perdarahan berasal dari osteum uteri eksternum atau dari
ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus dicurigai.
4)
Penentuan Letak Plasenta Tidak Langsung. Penentuan
letak plasenta secara tidak langsung dapat dilakukan radiografi, radioisotope,
dan ultrasonagrafi. Ultrasonagrafi penentuan letak plasenta dengan cara ini
ternyata sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya
dan tidak menimbulkan rasa nyeri.
5)
Pemeriksaan Ultrasonografi. Dengan pemeriksaan ini
dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta terhadap ostium
bila jarak tepi 5 cm disebut plasenta letak rendah.
6)
Diagnosis Plasenta Previa Secara Defenitif.. Dilakukan
dengan PDMO yaitu melakukan perabaan secara langsung melalui pembukaan serviks
pada perdarahan yang sangat banyak dan pada ibu dengan anemia berat, tidak
dianjurkan melakukan PDMO sebagai upaya menetukan diagnosis.
d. Klasifikasi
- Plasenta Previa otalis, apabila seluruh pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
- Plasenta Previa Parsialis, apabila sebahagian pembukaan tertutup oleh jaringan Plasenta
- Plasenta Previa Marginalis, apabila pinggir Plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
- Plasenta Letak Rendah, Plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir
e. Terapi
Terapi atau
tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat praktik. Pada kasus
perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan infuse Macrodex,
Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus pasien gelisah,
diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara perlahan.
5.
Solusio (Abrupsio) Plasenta
a. Definisi
Solusio
plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan plasenta yang berimplantasi
normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan sebelum anak lahir .
b. Etiologi
Penyebab
utama dari solusio plasenta masih belum diketahui pasti. Meskipun demikian ada
beberapa factor yang diduga mempengaruhi nya, antara lain :
1)
Penyakit hipertensi menahun
2)
Pre-eklampsia
3)
Tali pusat yang pendek
4)
Trauma
5)
Tekanan oleh rahim yang membesar pada vena cava
inferior uterus yang sangat mengecil ( hidramnion pada waktu ketuban pecah,
kehamilan ganda pada waktu anak pertama lahir
Di samping hal-hal di atas, ada juga
pengaruh dari :
1)
Umur lanjut
2)
Multiparitas
3)
ketuban pecah sebelum waktunya
4)
defisiensi asam folat
5)
merokok, alcohol, kokain
6)
mioma uteri
c. Klasifikasi
Secara klinis solusio plasenta
dibagi dalam :
1)
solusio placenta ringan
2)
solusio placenta sedang
3)
solusio placenta berat
Klasifikasi
ini dibuat berdasarkan tanda-tanda klinisnya, sesuai derajat terlepasnya
placenta. Pada solusio placenta, darah dari tempat pelepasan mencari jalan
keluar antara selaput janin dan dinding rahim dan akhirnya keluar dari serviks
dan terjadilah solusio placenta dengan perdarahan keluar / tampak.
Kadang-kadang darah tidak keluar tapi berkumpul di belakang placenta membentuk
hematom retroplasenta. Perdarahan ini disebut perdarahan ke dalam/ tersembunyi.
Kadang- kadang darah masuk ke dalam ruang amnion sehingga perdarahan tetap
tersembunyi.
d. Gejala klinis
1)
Perdarahan yang disertai nyeri, juga diluar his.
2)
Anemi dan syok, beratnya anemi dan syok sering tidak
sesuai dengan banyaknya darah yang keluar.
3)
Uterus keras seperti papan dan nyeri dipegang karena
isi uterus bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang placenta sehingga
uterus teregang (uterus en bois).
4)
Palpasi sukar karena rahim keras.
5)
Fundus uteri makin lama makin naik
6)
Bunyi jantung biasanya tidak ada
7)
Pada toucher teraba ketuban yang tegang terus menerus
(karena isi uterus bertambah
8)
Sering ada proteinuri karena disertai preeclampsia
e. Diagnosis
Diagnosis
solusio plasenta didasarkan adanya perdarahan antepartum yang bersifat nyeri,
uterus yang tegang dan nyeri. Setelah plasenta lahir, ditemukan adanya impresi
(cekungan) pada permukaan maternal plasenta akibat tekanan dari hematom
retroplasenta.
f.
Penanganan solusio plasenta
1) Solusio
plasenta ringan
Apabila
kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya kemudian berhenti, perutnya
tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi tegang maka penderita dapat
dirawat secara konservatif di rumah sakit dengan observasi ketat.
2) Solusio
plasenta sedang dan berat
Apabila
perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio plasenta bertambah jelas,
atau dalam pemantauan USG daerah solusio plasenta bertambah luas, maka
pengakhiran kehamilan tidak dapat dihindarkan lagi. Apabila janin hidup,
dilakukan sectio caesaria. Sectio caesaria dilakukan bila serviks panjang dan
tertutup, setelah pemecahan ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum
juga ada his. Apabila janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi
regangan dinding uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam
500cc glukosa 5% untuk mempercepat persalinan.
6. Retensio Plasenta (Plasenta Inkompletus)
Retensio Plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir dalam waktu
1 jam setelah bayi lahir. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya
plasenta tidak lahir spontan dan tidak yakin apakah plasenta lengkap.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta:
1)
Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari
uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi
yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2)
Kelainan dari placenta dan sifat perlekatan placenta
pada uterus.
3)
Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti
manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari
plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak
tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta
pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
b. Sebab-sebab terjadinya retensio plasenta ini adalah:
1) Plasenta
belum terlepas dari dinding uterus karena tumbuh melekat lebih dalam.
Perdarahan tidak akan terjadi jika plasenta belum lepas sama sekali dan akan
terjadi perdarahan jika lepas sebagian. Hal ini merupakan indikasi untuk
mengeluarkannya. Menurut tingkat perlekatannya dibagi menjadi:
a) Plasenta
adhesiva, melekat pada endometrium, tidak sampai membran basal.
b) Plasenta
inkreta, vili khorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua sampai ke
miometrium.
c) Plasenta akreta, menembus lebih dalam ke
miometrium tetapi belum menembus serosa.
d) Plasenta perkreta, menembus sampai serosa atau
peritoneum dinding rahim.
2) Plasenta
sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak
adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga
terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta (plasenta inkarserata)
c. Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau
sebagian plasenta adalah:
1)
Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line
dengan kateter yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium
klorida isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2)
Drips oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml
larutan Ringer laktat atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus
berkontraksi.
3)
Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika
berhasil lanjutkan dengan drips oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4)
Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan
manual plasenta. Indikasi manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga
persalinan kurang lebih 400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir,
setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi,
perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5)
Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan,
jaringan dapat dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa
plasenta. Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim
relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6)
Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta,
dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7)
Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi
dan untuk pencegahan infeksi sekunder.
d. Terapi
Terapi untuk retensio atau
inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon (oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran
secara hati-hati dengan tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir,
usahakan pengeluaran secara manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang
lengkapnya plasenta,lakukan palpasi sekunder.
7.
Pre-eklamsia
a. Pengertian
Pre-Eklamsia
Pre-eklampsia
adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria (Prawirohardjo, 2008).
Pre-eklamsia
dan eklamsia, merupakan kesatuan penyakit, yakni yang langsung disebabkan oleh
kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal itu terjadi. Pre eklamasi diikuti
dengan timbulnya hipertensi disertai protein urin dan oedema akibat kehamilan
setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Ilmu Kebidanan
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998).
Diagnosis
pre-eklamsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga gejala, yaitu
penambahan berat badan yang berlebihan, oedema, hipertensi dan proteinuria.
Penambahan berat badan yang berlebihan bila terjadi kenaikan 1 Kg seminggu
berapa kali. Oedema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan
kaki, jari tangan, dan muka. Tekanan darah > 140/90 mmHg atau tekanan
sistolik meningkat >30 mmHg atau tekanan diastolik >15 mmHg yang diukur
setelah pasien beristirahat selama 30 menit. (Kapita Selekta Kedokteran,
Mansjoer Arif, Media Aesculapius, Jakarta, 2000)
b. Penyebab
pre-eklamsia
Penyebab
pre-eklamsi belum diketahui secara pasti, banyak teori yang coba dikemukakan
para ahli untuk menerangkan penyebab, namun belum ada jawaban yang memuaskan. Teori
yang sekarang dipakai adalah teori Iskhemik plasenta. Namun teori ini juga
belum mampu menerangkan semua hal yang berhubungan dengan penyakit ini. (Ilmu
Kebidanan Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo, Fak. UI Jakarta, 1998)
c.
Klasifikasi Pre-Eklamsia
Pre-eklamsia
digolongkan menjadi 2 golongan :
1)
Pre-eklamsia ringan :
a)
Kenaikan tekanan darah diastolik 15 mmHg
atau >90 mmHg dengan 2 kali pengukuran berjarak 1jam atau tekanan diastolik
sampai 110mmHg.
b)
Kenaikan tekanan darah sistolik 30 mmHg
atau > atau mencapai 140 mmHg.
c)
Protein urin positif 1, edema umum,
kaki, jari tangan dan muka. Kenaikan BB > 1Kg/mgg. 2) Pre-eklampsia berat :
a) Tekanan diastolik >110 mmhg, Protein urin positif 3, oliguria (urine,
5gr/L). b) Hiperlefleksia, gangguan penglihatan, nyeri epigastrik, terdapat
edema dan sianosis, nyeri kepala, gangguan kesadaran
d. Gangguan
klinis pre-eklamsia
1)
Sakit kepala terutama daerah frontal
2)
Rasa nyeri daerah epigastrium
3)
Gangguan penglihatan
4)
Terdapat mual samapi muntah
5)
Gangguan pernafasan sampai sianosis
6)
Gangguan kesadaran
e. Diagnosa
pre-eklamsia
Pada
umumnya diagnosis diferensial antara pre-eklamsia dengan hipertensi manahun
atau penyakit ginjal tidak jarang menimbulkan kesukaran. Pada hipertensi
menahun adanya tekanan darah yang meninggi sebelum hamil pada keadaan muda atau
bulan postpartum akan sangat berguna untuk membuat diagnosis. Untuk diagnosis
penyakit ginjal saat timbulnya proteinuria banyak menolong. Proteinuria pada
pre-eklamsia jarang timbul sebelum TM ke 3, sedangkan pada penyakit ginjal
timbul lebih dulu
f.
Pencegahan pre-eklamsia
Belum
ada kesepakatan dalam strategi pencegahan pre-eklamsia. Beberapa penelitian
menunjukkan pendekatan nutrisi (diet rendah garam, diit tinggi protein,
suplemen kalsium, magnesium dan lain-lain). Atau medikamentosa (teofilin,
antihipertensi, diuretic, aspirin, dll) dapat mengurangi timbulnya pre-eklamsia
g. Penanganan
pre-eklamsia
1)
Jika setelah penanganan diastolik tetap
lebih dari 110 mmHg, beri obat anti hipertensi sampai tekanan diastolik di
antara 90-100mmHg.
2)
Pasang infus dengan jarum besar (16G
atau lebih besar).
3)
Ukur keseimbangan cairan jangan sampai
terjadi overload cairan.
4)
Kateterisasi urin untuk memantau
pengeluaran urin dan proteinuria.
5)
Jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam,
hentikan magnesium sulfat dan berikan cairan IV NaCl 0,9% atau Ringer laktat 1
L/ 8 jam dan pantau kemungkinan oedema paru.
6)
Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang
disertai aspirasi muntah dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin.
7)
Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan
denyut jantung tiap jam.
8)
Auskultasi paru untuk mencari
tanda-tanda oedema paru.
9)
Hentikan pemberian cairan IV dan beri diuretic
(mis: furosemid 40 mg IV sekali saja jika ada edema paru).
10)
Nilai pembekuan darah jika pembekuan tidak
terjadi sesudah 7 menit (kemungkinan terdapat koagulopati).
8. HPP
(Hemorrhagic Post Partum)
a. Pengertian
HPP
Perdarahan
setelah melahirkan atau hemorrhagic post partum (HPP) adalah konsekuensi
perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta, trauma di traktus
genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Efek perdarahan banyak
bergantung pada volume darah pada sebelum hamil dan derajat anemia saat
kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang dapat mengecohkan adalah nadi
dan tekanan darah yang masih dalam batas normal sampai terjadi kehilangan darah
yang sangat banyak
b. Penyebab
HPP
1)
Atonia uteri Keadaan lemahnya
tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan
terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir.
(Merah) Pada atonia uteri uterus terus tidak mengadakan konstraksi dengan baik,
dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
2)
Retensio plasenta plasenta tetap
tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar
dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang
kuat antara plasenta dan uterus
3)
Robekan jalan lahir Perdarahan dalam
keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir
c. Klasifikasi
HPP
1)
Perdarahan post partum primer/dini
(early postpartum hemarrhage) Perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama.
Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan
robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama
2)
Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat
(late postpartum hemorrhage) Perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama
d. Diagnosa
HPP
Untuk
membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang
menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus,
pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi
pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan
kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan
yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan
segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang
merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan
yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan
darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar
setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat. Kadang-kadang perdarahan terjadi
tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus.
Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri
keluar. Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan
pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen
dan pemeriksaan dalam.
e. Pencegahan
dan Penanganan HPP
Cara
yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin
kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi
oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang menganjurkan
untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak lahir, dengan
tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi. Penanganan umum pada
perdarahan post partum :
1)
Ketahui dengan pasti kondisi pasien
sejak awal (saat masuk)
2)
Pimpin persalinan dengan mengacu pada
persalinan bersih dan aman (termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca
persalinan)
3)
Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama
pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal
hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung).
4)
Selalu siapkan keperluan tindakan gawat
darurat
5)
Segera lakukan penlilaian klinik dan
upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
6)
Atasi syok
7)
Pastikan kontraksi berlangsung baik
(keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM
dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
8)
Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap,
eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir.
9)
Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji
beku darah.
10)
Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan
input-output cairan
11)
Cari penyebab perdarahan dan lakukan
penangan spesifik
C.
Kegawatdaruratan
Neonatal
1. Pengertian Neonatus
Neonatus
adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana
terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar
rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system.
Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak.
Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba
tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa
perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini
hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah
system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah
diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi
terhadap neonatus.
2. Faktor-Faktor
yang Menyebabkan Kegawatdaruratan pada Neonatus
a. Faktor
Kehamilan
1)
Kehamilan kurang bulan
2)
Kehamilan dengan penyakit DM
3)
Kehamilan dengn gawat janin
4)
Kehamilan dengan penyakit kronis ibu
5)
Kehamilan dengan pertumbuhan janin terhambat
6)
Infertilitas
b. Faktor pada
Partus
1)
Partus dengan infeksi intrapartum
2)
Partus dengan penggunaan obat sedatif
c. Faktor pada
Bayi
1)
Skor apgar yang rendah
2)
BBLR
3)
Bayi kurang bulan
4)
Berat lahir lebih dari 4000gr
5)
Cacat bawaan
6)
Frekuensi pernafasan dengan 2x observasi lebih dari
60/menit
3. Kondisi-Kondisi
Yang Menyebabkan Kegawatdaruratan Neonatus
a. Hipotermia
Hipotermia
adalah kondisi dimana suhu tubuh < 360C atau kedua kaki dan
tangan teraba dingin.
Untuk
mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low
reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala,
hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
Akibat
hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya
metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya
simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan
turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake
kalori.
Etiologi dan
factor presipitasi dari hipotermia antara lain : prematuritas, asfiksia,
sepsis, kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral,
pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu lingkungan
yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
1)
Mencegah
hipotermia
2)
Mengenal
bayi dengan hipotermia
3)
Mengenal
resiko hipotermia
4)
Tindakan
pada hipotermia.
Tanda-tanda klinis hipotermia:
1) Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ),
tanda-tandanya antara lain : kaki teraba dingin, kemampuan menghisap lemah,
tangisan lemah dan kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata.
2) Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-tandanya antara
lain : sama dengan hipotermia sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat
tidak teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai hipoglikemi dan
asidosisi metabolik.
3) Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain : muka, ujung kaki
dan tangan berwarna merah terang, bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras,
merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema)
b. Hipertermia
Hipertermia
adalah kondisi suhu tubuh tinggi karena kegagalan termoregulasi. Hipertermia
terjadi ketika tubuh menghasilkan atau menyerap lebih banyak panas daripada
mengeluarkan panas. Ketika suhu tubuh cukup tinggi, hipertermia menjadi keadaan
darurat medis dan membutuhkan perawatan segera untuk mencegah kecacatan dan
kematian.
Penyebab
paling umum adalah heat stroke dan reaksi negatif obat. Heat stroke adalah
kondisi akut hipertermia yang disebabkan oleh kontak yang terlalu lama dengan
benda yang mempunyai panas berlebihan. Sehingga mekanisme penganturan panas
tubuh menjadi tidak terkendali dan menyebabkan suhu tubuh naik tak terkendali.
Hipertermia karena reaksi negative obat jarang terjadi. Salah satu hipertermia
karena reaksi negatif obat yaitu hipertensi maligna yang merupakan komplikasi
yang terjadi karena beberapa jenis anestesi umum.
Tanda dan
gejala : panas, kulit kering, kulit menjadi
merah dan teraba panas, pelebaran pembuluh darah dalam upaya untuk meningkatkan
pembuangan panas, bibir bengkak. Tanda-tanda dan gejala bervariasi tergantung
pada penyebabnya. Dehidrasi yang terkait dengan serangan panas dapat
menghasilkan mual, muntah, sakit kepala, dan tekanan darah rendah. Hal ini
dapat menyebabkan pingsan atau pusing, terutama jika orang berdiri tiba-tiba.
Tachycardia dan tachypnea dapat juga muncul sebagai akibat penurunan tekanan
darah dan jantung. Penurunan tekanan darah dapat menyebabkan pembuluh darah
menyempit, mengakibatkan kulit pucat atau warna kebiru-biruan dalam kasus-kasus
lanjutan stroke panas. Beberapa korban, terutama anak-anak kecil, mungkin
kejang-kejang. Akhirnya, sebagai organ tubuh mulai gagal, ketidaksadaran dan
koma akan menghasilkan.
c. Hiperglikemia
Hiperglikemia
atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah glukosa dalam plasma
darah berlebihan.
Hiperglikemia
disebabkan oleh diabetes mellitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia
biasanya disebabkan karena kadar insulin yang rendah dan / atau oleh resistensi
insulin pada sel. Kadar insulin rendah dan / atau resistensi insulin tubuh
disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi glukosa menjadi glikogen, pada
akhirnyanya membuat sulit atau tidak mungkin untuk menghilangkan kelebihan
glukosa dari darah.
Gejala
hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi (sering
haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat
badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau
gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia,
pingsan, koma.
d. Tetanus Neonaturum
Tetanus
neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru lahir yang
disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda
klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum, mulut mencucu
seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan
sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai opistotonus, ekstremitas
terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke
bawah, muka rhisus sardonikus.
Penatalaksanaan
yang dapat diberikan :
1)
Bersihkan jalan napas,
2)
longgarkan atau buka pakaian bayi,
3)
masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus kasa
ke dalam mulut bayi,
4)
ciptakan lingkungan yang tenang dan
5)
berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak
kejang.
e. Penyakit-penyakit pada ibu hamil
Kehamilan
Trimester I dan II, yaitu : anemia kehamilan, hiperemesis gravidarum, abortus,
kehamilan ektopik terganggu (implantasi diluar rongga uterus), molahidatidosa
(proliferasi abnormal dari vili khorialis).
Kehamilan
Trimester III, yaitu : kehamilan dengan hipertensi (hipertensi essensial, pre
eklampsi, eklampsi), perdarahan antepartum (solusio plasenta (lepasnya plasenta
dari tempat implantasi), plasenta previa (implantasi plasenta terletak antara
atau pada daerah serviks), insertio velamentosa, ruptur sinus marginalis,
plasenta sirkumvalata).
f.
Sindrom Gawat Nafas Neonatus
Sindrom
gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea
dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis, merintih,
waktu ekspirasi dan retraksi di daerah epigastrium, interkostal pada saat
inspirasi ( Perawatan Anak Sakit, Ngastiah. 2010).
g. Penyakit
Membran Hialin (PMH)
Penyebab kelainan
ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli yang mencegah kolaps paru.
PMH sering kali mengenai bayi prematur, karena produksi surfaktan yang di mulai
sejak kehamilan minggu ke 22, baru mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.
Penyebab PMH
adalah surfaktan paru. Surfaktan paru adalah zat yang memegang peranan dalam
pengembangan paru dan merupakan suatu kompleks yang terdiri dari protein,
karbohidrat, dan lemak. Senyawa utama zat tersebut adalah lesitin. Zat ini
mulai di bentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai maksimum pada minggu
ke 35. Fungsi surfaktan adalah untuk merendahkan tegangan permukaan alveolus
akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi, sehingga untuk bernafas berikutnya
di butuhkan tekanan negatif intrathoraks yang lebih besar dan di sertai usaha
inspiarsi yang lebih kuat. Kolaps paru ini menyebabkan terganggunya ventilasi
sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2. dan oksidosis
Prognosis
bayi dengan PMH terutama ditentukan oleh prematuritas serta beratnya penyakit.
Bayi yang sembuh mempunyai kesempatan tumbuh dan kembang sama dengan bayi
prematur lain yang tidak menderita PMH.
PMH umumnya
terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram. Atau masa
generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama
setelah lahir dan gejala yang karakteritis mulai terlihat pada umur 24-72 jam.
h. Pemeriksaan
Diagnostik
1) Foto thorak
Atas dasar adanya gangguan pernafasan yang dapat di sebabkan oleh berbagai
penyebab dan untuk melihat keadaan paru, maka bayi perlu dilakukan pemeriksaan
foto thoraks.
2) Pemeriksaan
darah
Perlu pemeriksaan
darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit.
i.
Penatalaksanaan Tindakan yang perlu dilakukan :
1)
Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi
harus dalam batas normal (36.5-37oc) dan meletakkan bayi dalam inkubator.
2)
Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena
terpengaruh kompleks terhadap bayi prematur, pemberian oksigen terlalu banyak
menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan retina dan lain-lain.
3)
Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk
mempertahankan hemeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan
glukosa 5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg BB/ hari.
4)
Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
Penisilin dengan dosis 50.000-10.000 untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg /
kg BB/ hari dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg BB / hari.
5)
Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah
pemberian surfaktan ekstrogen ( surfaktan dari luar)
j.
Keperawatan
Pada umumnya
dengan BB lahir 1000-2000 gram dan masa kehamilan kurang dari 36 minggu.
1) Bahaya
kedinginan
Bayi PMH
adalah bayi prematur sehingga kulitnya sangat tipis, jaringan lemak belum
berbentuk dan pusat pengatur suhu belum sempurna. Akibatnya bayi dapat jatuh
dalam keadaan cold injury, sianosis, dispnea, kemudian apnea. Untuk mencegah
harus dirawat dalam inkubator yang dapat mempertahankan suhu bayi 36.5oC-37cC
2) Resiko
terjadi gangguan pernafasan
Gejala
pertama biasanya timbul dalam 4 jam setelah lahir. Tata laksana perawatan bayi
prematur adalah
a) Dirawat
dalam inkubator dengan suhu optimum
b) Bila bayi
mulai terlihat sianosis, dispnea / hiperapsnea segera berikan oksigen
c) Kesukaran
dalam pemberian makanan, untuk memenuhi kebutuhan kalori maka dipasang infus
dengan cairan glukosa 5-10 %. Makanan bayi yang terbaik adalah asi. Karena itu
selama bayi belum diberi asi harus tetap pertahankan dengan memompa payudara
ibu setiap 3 jam.
3)
Resiko mendapat infeksi, untuk mencegah infeksi,
perawat harus bekerja secara aseptik dan inkubator harus aseptik pula. Ruangan
tempat merawat bayi terpisah, bersih, dan tidak di benarkan banyak orang
memasuki ruangan tersebut kecuali petugas, semua alat yang diperlukan harus
steril.
4)
Kebutuhan rasa nyaman. Gangguan rasa nyaman dapat
terjadi akibat tindakan medis, misalnya penghisapan lendir, pemasangan infus
dll. Untuk memenuhi kebutuhan psikologisnya selain sikap yang lembut setiap
menolong bayi dalam memberi pasi harus di pangku.
k.
Penanganan Kegawatdaruratan
pada Bayi Baru Lahir
Resusitasi
merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ
vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan
menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan
tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada
sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem
tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6
menit).
Tindakan
resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang
mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh
perawat yang kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang tepat pada
saat kritis. Kemampuan ini memerlukan penguasaan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya untuk
memenuhi kebutuhan pasien kritis (Hudak dan Gallo, 1997).
Apakah bayi
baru lahir memerlukan resusitasi?
Kira-kira 10%
bayi baru lahir memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan saat lahir,dan
sekitar 1% saja yang memerlukan resusitasi lengkap mulai dari pembersihan jalan
nafas hingga pemberian obat – obatan darurat. Untuk praktisnya, setiap menolong bayi baru lahir ada
5 pertanyaan yang menentukan apakah resusitasi dibutuhkan:
1. Apakah bersih
dari mekonium?
2.
Apakah bernafas
atau menangis?
3.
Apakah tonus otot baik?
4.
Apakah warna
kulit kemerahan?
5.
Apakah cukup
bulan?
Jika salah
satu dari 5 pertanyaan tersebut jawabannya tidak,maka perlu dilakukan
resusitasi
Mengapa
diberikan resusitasi.?
Tindakan
resusitasi diberikan untuk mencegah kematian akibat asfiksia. Dan bila pada
bayi asphiksia berat yang tidak dilakukan tindakan resusitasi secara benar akan
meninggal atau mengalami gangguan system saraf pusat,misalnya “cerebral palsy”,
kelainan jantung misalnya tidak menutupnya “ductus arteriosus”
Kapan Bayi
perlu resusitasi.?
Tiga hal
penting dalam resusitasi
1. Pernafasan
Lihat
gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit.
Nafas tersengal – sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan
misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya
30 – 50 x / menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya
2. Frekuensi
Jantung
Frekuensi
denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah
dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria
mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara
terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = Frekuensi
denjut jantung selama 1 menit)
Hasil
penilaian :
a. Apabila
frekeunsi. > 100 x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan
menilai warna kulit
b.
Apabila frekuensi < 100 x / menit walaupun bayi
bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan
Positif)’
3. Warna Kulit
Setelah
pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika
masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis
perifer, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang
masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin.
D. Peran Bidan Dalam Kegawatdaruratan Maternal
dan Neonatal
Kematian ibu dan
bayi terjadi karena kegawatdaruratan yang tidak tertangani dengan baik, dapat
disebabkan oleh :
1. Keterlambatan
dalam memutuskan untuk mencari perawatan
2. Keterlambatan
mencapai fasilitas rujukan tingkat pertama
3. Keterlambatan
dalam benar-benar menerima perawatan setelah tiba di fasilitas tersebut.
Sebagai
contoh : Staf di sebuah pos kesehatan pedesaan pelayanan kegawatdaruratan dasar
dengan akan kemampuan tidak diharapkan untuk melakukan bedah caesar bagian
tetapi akan diharapkan untuk membuat diagnosis yang benar, resusitasi dan
menstabilkan pasien, dan merujuk padanya. Hal ini tertuang dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan yang antara lain mengatur hal-hal berikut ini (keterangan:
kami kutipkan yang berkaitan dengan anak):
a. Pemberian
kewenangan lebih luas kepada bidan dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan
kegawatan obstetri dan neonatal kepada setiap ibu hamil/bersalin, nifas dan
bayi baru lahir (0-28 hari), agar penanganan dini atau pertolongan pertama
sebelum rujukan dapat dilakukan secara cepat dan tepat waktu.
b. Dalam
menjalankan kewenangan yang diberikan, bidan harus:
1)
Melaksanakan tugas kewenangan sesuai
dengan standar profesi
2)
Memiliki keterampilan dan kemampuan untuk tindakan
yang dilakukannya
3)
Mematuhi dan melaksanakan protap yang
berlaku di wilayahnya
4)
Bertanggung jawab atas pelayanan yang
diberikan dan berupaya secara optimal dengan mengutamakan keselamatan ibu dan
bayi atau janin.
c. Pelayanan
kebidanan dalam masa kehamilan, masa persalinan dan masa nifas meliputi
pelayanan yang berkaitan dengan kewenangan yang diberikan. Perhatian khusus
diberikan pada masa sekitar persalinan, karena kebanyakan kematian ibu dan bayi
terjadi dalam masa tersebut.
d. Pelayanan
kesehatan kepada anak diberikan pada masa bayi (khususnya pada masa bayi baru
lahir), balita dan anak pra sekolah.
e. Pelayanan
kesehatan pada anak meliputi:
1)
Pelayanan neonatal esensial dan tata
laksana neonatal sakit di luar rumah sakit yang meliputi:
a)
Pertolongan persalinan yang atraumatik,
bersih dan aman
b)
Menjaga tubuh bayi tetap hangat dengan
kontak dini
c)
Membersihkan jalan nafas,mempertahankan
bayi bernafas spontan
d)
Pemberian asi dini dalam 30 menit
setelah melahirkan
e)
Mencegah infeksi pada bayi baru lahir
antara lain melalui perawatan tali pusat secara higienis, pemberian imunisasi
dan pemberian asi eksklusif.
2)
Pemeriksaan dan perawatan bayi baru
lahir dilaksanakan pada bayi 0-28 hari
3)
Penyuluhan kepada ibu tentang pemberian
asi eksklusif untuk bayi di bawah 6 bulan dan makanan pendamping asi (mpasi)
untuk bayi di atas 6 bulan.
4)
Pemantauan tumbuh kembang balita untuk
meningkatkan kualitas tumbuh kembang anak melalui deteksi dini dan stimulasi
tumbuh kembang balita.
5)
Pemberian obat yang bersifat sementara
pada penyakit ringan, sepanjang sesuai dengan obat-obatan yang sudah ditetapkan
dan segera merujuk pada dokter.
f.
Beberapa tindakan yang termasuk dalam
kewenangan bidan antara lain:
1)
Memberikan imunisasi kepada wanita usia
subur termasuk remaja putri, calon pengantin, ibu dan bayi
2)
Ekstraksi vacum pada bayi dengan kepala
di dasar panggul. Demi penyelamatan hidup bayi dan ibu, bidan yang telah
mempunyai kompetensi, dapat melakukan ekstraksi vacum atau ekstraksi cunam bila
janin dalam presentasi belakang kepala dan kepala janin telah berada di dasar
panggul.
3)
Resusitasi pada bayi baru lahir dengan
asfiksia. Bidan diberi wewenang melakukan resusitasi pada bayi baru lahir yang
mengalami asfiksia, yang sering terjadi partus lama, ketuban pecah dini,
persalinan dengan tindakan dan pada bayi dengan berat badan lahir rendah,
utamanya bayi prematur. Bayi tersebut selanjutnya perlu dirawat di fasilitas
kesehatan, khususnya yang mempunyai berat lahir kurang dari 1750 gram.
4)
Hipotermi pada bayi baru lahir bidan
diberi wewenang untuk melaksanakan penanganan hipotermi pada bayi baru lahir
dengan mengeringkan, menghangatkan, kontak dini dan metode kangguru.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Suatu asuhan kebidanan dikatakan
berhasil apabila selain ibuny juga bayi dan keluarganya yang diberikan
pelayanan berada dalam kondisi yang optimal. Memberikan pertolongan dengan
segera, aman dan bersih adalah bagian asensial dari asuhan bayi baru lahir.
Sebagian besar kesakitan dan kematian bayi baru lahir disebabkan oleh asfiksia,
hipotermi dan atau infeksi. Kesakitan dan kematian bayi baru lahir dapat
dicegah bila asfiksia segera dikenali dan ditatalaksana secara adekuat,
dibarengi pula dengan pencegahan hipotermi dan infeksi
B. Saran
Dengan penyusunan makalah ini
diharapkan para pembaca khususnya para petugas kesehatan terutama bidan dapat
berperan serta dalam pertolongan pertama kegawatdaruratan obstetrik dan
neonatus. Sehingga pada akhirnya dapat menurunkan angka kesakitan dan angka
kematian pada ibu dan bayi.
DAFTAR
PUSTAKA
Prof. Dr.
Winjosastro Hanifa, SpOG.2005. Ilmu Kebidanan, Cetakan ketujuh, Edisi
Ketiga, Jakarta : Pustaka Sarwono Prawirohadjo. Yayasan Bina.
Prof.Dr. Heller Luz. 1997. Gawat
Darurat Ginekologi dan Obstetri, cetakan kelima, Edisi pertama, Jakarta :
Buku Kedokteran.
Prof. Dr. Basri Saifuddin, SpOG,
Mph.2002. Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatus, Jakarta
: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.
bagus sekali
BalasHapusexcelent!
BalasHapus